1. JENGLOT (MAYAT SEUKURAN JARI TANGAN)
Jenglot adalah figur berbentuk manusia yang berukuran kecil (sekitar 10-17 cm), berkulit gelap dengan tekstur kasar (seperti mumi), berwajah seperti tengkorak dan bertaring mencuat, serta memiliki rambut dan kuku yang panjang.[1][2][3] Jenglot ditemukan di beberapa wilayah di nusantara, misalnya Jawa,[1] Kalimantan,[2] dan Bali.[3][4] Jenglot dipercaya memiliki kekuatan mistis dan memakan darah manusia.[3][4] Masyarakat Indonesia meyakini jenglot sebagai makhluk yang memiliki kekuatan mistik dan dapat mengundang bencana.[1][3][4]
Secara medis, jenglot didefinisikan sebagai bukan makhluk hidup setelah diteliti oleh tim forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.[5][6] Melalui foto sinar Rontgen, tidak ditemukan unsur tulang (sebagai penyangga organ mahluk hidup) namun hal yang mengejutkan justru diperoleh dari penelitian DNA lapisan kulit jenglot yang mengelupas.
Setelah diperiksa oleh Dokter Djaja Surya Atmaja dari Universitas Indonesia, ternyata lapisan kulit itu memiliki DNA mirip primata sejenis manusia. Akan tetapi, penyelidikan asal usul jenglot secara medis hanya dihentikan sampai di sana karena pemilik jenglot tidak mengizinkan jenglot dibedah, agar tidak ada hal buruk yang terjadi.[5][6]
Legenda jenglot juga diangkat ke dunia hiburan, terutama untuk tema misteri dan supranatural. Film Indonesia berjudul Jenglot Pantai Selatan disutradarai oleh Rizal Mantovani, dirilis pada Februari 2011.
_____________________________________________________________________________
2. MAYAT BERJALAN TORAJA
Konon disebuah gua di desa Sillanang sejak tahun 1905 telah ditemukan mayat manusia yang utuh, tidak busuk sampai sekarang. Mayat itu tidak dibalsem seperti yang dilakukan orang-orang Mesir Purba bahkan tidak diberi ramuan apapun. Tapi bisa tetap utuh.
Menurut pendapat Tampubolon, kemungkinan ada semacam zat digua itu yang kasiatnya bisa mengawetkan mayat manusia. Kalau saja ada ahli geologi dan kimia yang mau membuang waktu menyelidiki tempat itu, agaknya teka teki gua Sillanang dapat dipecahkan.
Di samping mayat yang anti busuk, ada pula mayat manusia yang bisa berjalan diatas kedua kakinya, bagaikan orang hidup yang tidak kurang suatu apa. Kalau mau dicari juga perbedaannya, ada, tapi tidak begitu kentara. Konon menurut Tampubolon, sang mayat berjalan kaku dan agak tersentak-sentak.
Dan dalam perjalanan itu ia tidak bisa sendirian, harus ditemani oleh satu orang hidup yang mengawalnya, sampai ketujuan akhir yaitu rumahnya sendiri. Mengapa harus demikian?
ceritanya begini. Orang-orang Toraja biasa menjelajah daerahnya yang bergunung-gunung dan banyak jeruk itu hanya dengan berjalan kaki. Dari zaman purba sampai sekarang tetap begitu. Mereka tidak mengenal pedati, delman, gerobak atau yang semacamnya. Nah dalam perjalanan yang berat itu kemungkinan jatuh sakit dan mati selalu ada.
Supaya mayat tidak sampai ditinggal didaerah yang tidak dikenal (orang Toraja menghormati roh setiap orang yang meninggal) dan juga supaya ia tidak menyusahkan manusia lainnya (akan sangat tidak mungkin menggotong terus-menerus jenazah sepanyang perjalanan yang makan waktu berhari-hari), maka dengan satu ilmu gaib, mungkin sejenis hipnotisme menurut istilah saman sekarang, mayat diharuskan pulang berjalan kaki dan baru berhenti bila ia sudah meletakkan badannya didalam rumahnya sendiri.
Kini, tiba saatnya keluarga Tumonglo menyalani ritual inti dari Ma`nene. Di bawah kuburan tebing batu Tunuan, keluarga ini berkumpul menunggu peti jenazah nenek Biu--leluhur keluarga Tumonglo yang meninggal dunia setahun lalu--diturunkan. Tak jauh dari tebing, kaum lelaki saling bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil melantunkan Ma`badong. Sebuah gerak dan lagu yang melambangkan ratapan kesedihan mengenang jasa mendiang yang telah wafat sekaligus memberi semangat pada keluarga almarhum.
Bersamaan dengan itu, peti jenazah pun mulai diturunkan dari lubang batu secara perlahan-lahan. Peti kusam berisi jasad nenek Biu. Keluarga Tumonglo mempercayai bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian. Sejatinya kematian bukanlah akhir dari segala risalah kehidupan. Karena itu, menyadi kewajiban bagi setiap keluarga untuk mengenang dan merawat jasad leluhurnya meski sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Dalam ritual ini, jasad orang mati dikeluarkan kembali dari tempatnya. Kemudian, mayat tersebut dibungkus ulang dengan lembaran kain baru oleh masing-masing anak cucunya.
Acara dilanjutkan dengan membuka dua peti yang berisi jasad leluhur. Mayat yang sudah meninggal setahun yang lalu itu dibungkus ulang dengan kain baru. Perlakuan itu diyakini atas rasa hormat mereka pada leluhur semasa hidup. Mereka yakin arwah leluhur masih ada untuk memberi kebaikan.
Namanya Bapak Lambaa, meninggal usia 70 tahun. Tingginya sekitar 165 cm. Keluarganya menggulung celana dengan perlahan hingga lutut. Yang lain ikut mendandani Ambe Lambaa. Pakaian usang yang dikenakannya bertahun-tahun sekarang ikut diganti. Kaos kaki, jas, celana luar dan dalam. Hingga rambut harus disisir.
Kini bapak Lambaa kembali menggunakan pakaian bersih. Perlahan-lahan ditidurkan kembali pada rumah petinya.
_____________________________________________________________________________2. MAYAT BERJALAN TORAJA
ZOMBIE TORAJA
Konon disebuah gua di desa Sillanang sejak tahun 1905 telah ditemukan mayat manusia yang utuh, tidak busuk sampai sekarang. Mayat itu tidak dibalsem seperti yang dilakukan orang-orang Mesir Purba bahkan tidak diberi ramuan apapun. Tapi bisa tetap utuh.
Menurut pendapat Tampubolon, kemungkinan ada semacam zat digua itu yang kasiatnya bisa mengawetkan mayat manusia. Kalau saja ada ahli geologi dan kimia yang mau membuang waktu menyelidiki tempat itu, agaknya teka teki gua Sillanang dapat dipecahkan.
Di samping mayat yang anti busuk, ada pula mayat manusia yang bisa berjalan diatas kedua kakinya, bagaikan orang hidup yang tidak kurang suatu apa. Kalau mau dicari juga perbedaannya, ada, tapi tidak begitu kentara. Konon menurut Tampubolon, sang mayat berjalan kaku dan agak tersentak-sentak.
Dan dalam perjalanan itu ia tidak bisa sendirian, harus ditemani oleh satu orang hidup yang mengawalnya, sampai ketujuan akhir yaitu rumahnya sendiri. Mengapa harus demikian?
ceritanya begini. Orang-orang Toraja biasa menjelajah daerahnya yang bergunung-gunung dan banyak jeruk itu hanya dengan berjalan kaki. Dari zaman purba sampai sekarang tetap begitu. Mereka tidak mengenal pedati, delman, gerobak atau yang semacamnya. Nah dalam perjalanan yang berat itu kemungkinan jatuh sakit dan mati selalu ada.
Supaya mayat tidak sampai ditinggal didaerah yang tidak dikenal (orang Toraja menghormati roh setiap orang yang meninggal) dan juga supaya ia tidak menyusahkan manusia lainnya (akan sangat tidak mungkin menggotong terus-menerus jenazah sepanyang perjalanan yang makan waktu berhari-hari), maka dengan satu ilmu gaib, mungkin sejenis hipnotisme menurut istilah saman sekarang, mayat diharuskan pulang berjalan kaki dan baru berhenti bila ia sudah meletakkan badannya didalam rumahnya sendiri.
Kini, tiba saatnya keluarga Tumonglo menyalani ritual inti dari Ma`nene. Di bawah kuburan tebing batu Tunuan, keluarga ini berkumpul menunggu peti jenazah nenek Biu--leluhur keluarga Tumonglo yang meninggal dunia setahun lalu--diturunkan. Tak jauh dari tebing, kaum lelaki saling bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil melantunkan Ma`badong. Sebuah gerak dan lagu yang melambangkan ratapan kesedihan mengenang jasa mendiang yang telah wafat sekaligus memberi semangat pada keluarga almarhum.
Bersamaan dengan itu, peti jenazah pun mulai diturunkan dari lubang batu secara perlahan-lahan. Peti kusam berisi jasad nenek Biu. Keluarga Tumonglo mempercayai bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian. Sejatinya kematian bukanlah akhir dari segala risalah kehidupan. Karena itu, menyadi kewajiban bagi setiap keluarga untuk mengenang dan merawat jasad leluhurnya meski sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Dalam ritual ini, jasad orang mati dikeluarkan kembali dari tempatnya. Kemudian, mayat tersebut dibungkus ulang dengan lembaran kain baru oleh masing-masing anak cucunya.
Acara dilanjutkan dengan membuka dua peti yang berisi jasad leluhur. Mayat yang sudah meninggal setahun yang lalu itu dibungkus ulang dengan kain baru. Perlakuan itu diyakini atas rasa hormat mereka pada leluhur semasa hidup. Mereka yakin arwah leluhur masih ada untuk memberi kebaikan.
Namanya Bapak Lambaa, meninggal usia 70 tahun. Tingginya sekitar 165 cm. Keluarganya menggulung celana dengan perlahan hingga lutut. Yang lain ikut mendandani Ambe Lambaa. Pakaian usang yang dikenakannya bertahun-tahun sekarang ikut diganti. Kaos kaki, jas, celana luar dan dalam. Hingga rambut harus disisir.
Kini bapak Lambaa kembali menggunakan pakaian bersih. Perlahan-lahan ditidurkan kembali pada rumah petinya.
3. MANUSIA KERDIL DARI FLORES
Teori menyebutkan manusia kerdil hobit pindah ke Flores dan mengecil.
Para ilmuwan Jepang mengatakan spesies kecil manusia purba, yang kerangkanya ditemukan di Pulau Flores mungkin mengecil karena menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Makhluk yang disebut homo floresiensis ini ditemukan tahun 2003.
Berita terkait
Studi baru yang diterbitkan di Journal of Royal Society menyebutkan, kerangka itu berasal dari spesies manusia purba yang mengecil atau "hobbit" itu dalam beberapa generasi melalui proses yang dikenal sebagai pengerdilan insuler, di mana spesies menjadi lebih kecil ketika mereka terisolasi dan sumber daya terbatas.
Namun para ilmuwan lain mengatakan nenek moyang makhluk tersebut seperti kera yang memiliki otak berukuran kecil.
Teori lain menyebutkan homo floresienses adalah manusia modern yang pertumbuhannya terhalang oleh penyakit.
Dan teori lain mengatakan hobit berevolusi dari makhluk dengan otak yang lebih besar yang ada di Asia Timur dan dikenal dengan homo erektus.
Setelah Homo erektus pindah ke Flores, diduga mengecil selama bergenerasi seperti halnya yang terjadi pada spesies lain.
Namun para kritikus menyebutkan tidak mungkin otak homo erektus mengecil terkait sejalan dengan tubuh.
Sejak temuan tahun 2003, para peneliti kesulitan untuk mencari tahu asal muasal manusia berukuran kecil dengan otak kecil ini.
Menelusuri Jejak Manusia Kerdil yang ditemukan di Flores
Jejak The Hobbit, Jenis Manusia Kerdil Ternyata Ada di Indonesia DUNIAFLORESHOBBITINDONESIAMANUSIA KERDIL Hermawan 12 Jan '13 0 Jika anda pernah menonton trilogi Lord Of The Rings atau prekuelnya yang baru-baru ini tayang,
The Hobbit, tentu tak asing dengan karakter manusia kecil yang disebut Hobbit. Ya, tokoh utama dalam film-film tersebut memiliki bentuk tubuh yang mini. Tapi siapa duga ternyata Hobbit memang pernah ada di muka bumi. Bahkan manusia kerdil tersebut berada 18,000 tahun yang lalu di wilayah nusantara. Besar badan manusia kerdil dewasa inipun tak lebih dari ukuran badan manusia modern umur 3 tahun. Manusia kerdil ini memiliki tengkorak sebesar buah apel. Keberadaan manusia kerdil purba ini di Indonesia diperkirakan di pulau-pulau Indonesia bersama fauna komodo dan gajah.
Ilmuwan Indonesia dan Australia telah menemukan bahwa tengkorak ini merupakan bagian dari manusia kerdil dari gua di flores dan timur bali. Temuan tulang baru mengungkap karakteristik manusia kerdil Flores (Homo floresiensis) atau yang sering disebut The Hobbit. Ilmuwan mengetahui bagaimana rupa spesies manusia ini, perilaku serta asal-usulnya. Tulang terbaru yang ditemukan adalah tulang pergelangan tangan. Karena karakteristiknya yang identik dengan tulang yang pernah ditemukan sebelumnya, temuan ini sekaligus membantah pendapat bahwa manusia Flores tak pernah eksis. �Orang kerdil dari Flores ini bukan semata-mata orang yang memiliki kelainan atau cacat,� kata Caley Orr, pimpinan dalam penelitian ini. Orr mengatakan, spesies manusia ini memiliki tinggi 3 kaki 6 inchi. Kekerdilannya membuatnya dijuluki The Hobbit. Spesies ini memiliki banyak kesamaan dengan manusia modern (Homo sapiens), seperti berjalan dengan dua kaki, punya geraham kecil dan hidup seperti manusia gua. �Alat batu dan bukti penggunaan api ditemukan di gua, bersama dengan sisa-sisa hewan yang dipotong, seperti Stegodon (spesies gajah yang telah punah), menunjukkan bahwa daging adalah bagian dari menu makanan mereka,� papar Orr. Lewat identifikasi, Orr dan rekannya juga menemukan beberapa perbedaan antara manusia Flores dan manusia modern. Lengan Hobbit lebih panjang dari kakinya, membuatnya tampak seperti monyet. Tengkoraknya tak memiliki tulang dagu sehingga wajahnya cenderung oval. Bagian dahinya miring.
Volume otaknya kecil sehingga kecerdasannya lebih dekat dengan simpanse. �Fosil ini menujukkan lebih jauh, bukti nyata bahwa H. Floresiensis bukan manusia modern yang memiliki penyakit atau morfologinya terkait dengan badan kecil. Ini menunjukkan bahwa mereka spesies yang unik dan menarik,� kata Tracy Kivell, palaeoantropolog dari Max Planck Institute of Evolutionary Anthropology. Dari temuan ini, tim mengetahui bahwa meski tulang pergelangan tangan spesies ini lebih primitif, mereka tetap mampu membuat peralatan seperti yang dilansir oleh Kompas.com Seluruh temuan arkeologi di Pulau Flores menunjukkan hadirnya peradaban yang sangat tua. Peradaban tua itu setara dengan dunia lama di Pulau Jawa. Saat ini, pewaris peradaban itu harus dibangkitkan dari keterpurukan akibat kemiskinan.
_____________________________________________________________________________
4. MANUSIA KERDIL DARI JEMBER JAWA TIMUR
Manusia-manusia Kerdil (liliput)di Jember Jawa Timur
Sejauh ini belum ditemukan bukti kuat tentang adanya Manusia kerdil (liliput). Ihwalnya pertama kali muncul dalam Catatan Taiping Guangji dari era Dinasti Sung (960 - 1279 M), bab 480 dan 482. Diantaranya berisi tentang orang-orang bertinggi badan 3 inci (7,62 cm) namun mampu berjalan dengan kecepatan tinggi hingga hampir seperti terbang. Mereka tinggal di sebuah komunitas negara bernama Heming, yang terletak di wilayah barat laut Lautan Xiuhai. Pada masa dinasti Wei (386 - 543 M), sembilan orang manusia kerdil bertinggi badan 6 inci telah terbawa hujan dan angin kencang hingga sampai ke pekarangan rumah penduduk bernama Wang Zichong. Lalu mumi manusia kerdil, yang diawetkan dengan lilin, pernah dimiliki oleh penduduk Tiongkok bernama Li Zhangwu. Sedangkan perkembangan terbaru (era modern) di Taman Nasional Merubetiri, Jember (Jawa Timur, INDONESIA), tim yang khusus dibentuk oleh pihak Taman Nasional untuk menanggapi reaksi masyarakat sekitar yang menyatakan pernah menyaksikan manusia-manusia kerdil berhasil menemukan jejak-jejak kaki kecil yang ukurannya tidak lebih besar dari korek api gas. [Ket. Gbr: Perbadingan jejak manusia kerdil dengan korek gas di TN Merubetiri, Jember, JAWA TIMUR].
Sumber:
�Aktual: Misteri Manusia Kerdil di Balai Taman Nasional Merubetiri�. Majalah Kartini no. 2085 hal 124-127
Demikian artikel tentang ANEH TAPI NYATA ini dapat kami sampaikan, semoga artikel atau info tentang ANEH TAPI NYATA ini, dapat bermanfaat. Jangan lupa dibagikan juga ya! Terima kasih banyak atas kunjungan nya.